Dua Minggu Silam
Sudah dua minggu setelah acara
pentas seni di sekolah usai, namun hati ini masih tertinggal.
Kenalin, aku Duta Prastika yang
biasa di panggil Dee. Gadis hijabers yang lagi duduk di kelas X di salah satu
SMA favorit yang ada di Bengkulu. Aku memulai perjalanan kisah cintaku yang
amat pahit kurasa. Sejak kejadian dua minggu yang lalu, aku mulai mengerti apa
itu sakit karena cinta.
“ doorrrr !!!!... bengong aja
kayak sapi ompong ” kebiasaan usilku yang paling ngga disukai sama temen di
kelas.
“ astaga Dee !! bisa ngga sih
kalo ngga ngagetin orang yang lagi menghayal ketemu pangeran william” ucap
fitri teman sebangku ku.
“ hahaha, jadilah kamu fit jangan
menghayal tinggi-tinggi deh, nanti jatuh, sakit lo ”
“ duhh curhat nih ceritanya bahas
masalah jatuh” celetuk fitri sambil senyum-senyum tipis.
“ apaan sih,..”
Jatuh, ya sakit memang rasanya
terjatuh dari tangga impian yang kita bangun sendiri. Menagis, sudah tentu
menjadi barang biasa bagi mata ini mengeluarkan buliran air mata. Sungguh
teramat sangat aku merasa sakit akan hari itu. Malam acara pentas seni yang mulanya aku bayangkan menjadi malam yang
sangat luar biasa, malam dimana tawa ini mengungkap rasa bahagia yang teramat
sangat, kini berubah menjadi malam yang sangat menyakitkan bagiku. Pada malam
itu, semua siswa yang hadir di wajibkan untuk membawa sebuah surat untuk
seseorang yang di idolakannya. Termasuk aku, aku pun menuliskan sepucuk surat
untuk orang yang aku sukai sejak aku masuk di SMA ini.
Putra kakak kelas yang sekarang duduk di kelas Xl IPA sekaligus
menjabat sebagai sekretaris OSIS SMA, kini menjadi sosok yang menjadi topik
utama dihatiku. Cowok yang aku sukai sejak Masa Orientasi Siswa tahun lalu dan hingga saat ini
aku tak berani untuk berkata jujur. Malam itu, saat malam puncak pentas seni
itu aku mencoba untuk memberanikan diri mengungkapkan perasaanku. Dengan
sepucuk surat berbalut amplop pink, aku menuliskan segala perasaan ku yang
sebenarnya kepada Putra.
Entah
harus memulai dari mana, entah harus berkata apa ? aku hanyalah mawar yang
sedang mencari tuannya. Sebab tangkai ini butuh sentuhan agar tak layu. Dengan
segenap rasa keberanian ini, serta rasa cemas yang menghantui. Aku sengaja
menulis kata demi kata untuk mu kak Putra. Mungkin aku terlalu lancang untuk menulis
ini, dan aku tak sanggup untuk berkata langsung tentang perasaan ini.Aku
menyukaimu sejak Masa Orientasi itu, saat aku nyaris beku menanah dinginnya
malam, kau hadir memberikan aku sebuah kehangatan. Sejak jaket silver itu
membalut tubuhku, tak kusadari jantung ku pun berdetak dengan amat sangat.
Awalnya aku tak menyadari hal itu, namun hari-hari yang kulalui menyadarkan ku
bahwa aku menyukaimu.Aku
tak tahu, saat kamu baca tulisan ini apakah kamu tersenyum atau muak. Tetapi,
aku mengumpulkan keberanian untuk mengutarakan perasaan ini sejak satu tahun yang lalu. Dimalam yang aku
anggap spesial ini, mala tahunan SMA kita, malam puncak pentas seni, aku ingin
kamu tahu bahwa aku sangat menyukaimu. Maaf,
maaf atas lancangnya diri ini mengakui yang sejujurnya. Tetapi dengan inilah
aku ingin kamu tau yang sebenarnya.
Akulah
mawar yang menanti sentuhan sang tuan untuk menggapai....
Salam
kasih
Dee
Untaian kata yang sengaja ku
tuliskan, kulipat erat dengan balutan harapan yang amat sangat. Berharap saat
malam pensi itu aku mampu memberikannya. Tapi, aku pun telah memikirkan apapun
yang terjadi malam itu. Akankah aku tersenyum, atau pu menangis .
( malam puncak pensi)
“ cantik banget kamu malam ini
Dee, udah kayak mau ketemu pangeran William aja ”
“ iya dong, malam ini itu lebih
dari mau ketemu pangeran william fit”
“ ehh gimana udah bawa surat buat
putranya ”
“udah dong, aku seneng deh fit
ternyata OSIS kita kreatif ya, acara pensi mewajibkan seluruh siswa untuk
menulis surat buat idolanya, kan ini jadi kesempatan buat aku”.
Semua siswa kumpul di panggung
utama untuk mendengarkan arahan dari ketua OSIS yang kali ini di wakili oleh
sekretaris OSIS, Putra. Acara pensi pun berlangsung, dan tiba saat yang di
tunggu-tunggu. Surat, ya waktunya pemberian surat yang udah kita buat untuk
orang yang kita idolakan. Tiba-tiba terdengar suara putra di atas panggung
dengan mix di tangan kanan, dan sepucuk surat berwarna biru di tangan kirinya. Sontak saja, suara riuh
teman-teman memadati ruang pensi ini. Begitupun hati ini, mendengar bahwa putra
ingin membacakan langsung surat yang di tangannya di depan umum, seolah menciut
rasanya nyali ini.
“ untukmu yang aku cinta...
mungkin malam ini akan menjadi malam yang amat berkesan bagiku. sebab, aku
berdiri dan membaca surat ini yang kutuju untuk orang yang aku sayangi. Malam
ini, di depan seluruh tema-teman aku ingin mengungkapkan bahwa aku sangat
mencintaimu, maukah kamu menjadi teman hatiku, diandra ... ” suara lantang
putra membacakan isi surat ditangannya.
Seolah aku merasa ada petir
menyambar hati ini, Tuhan, apa ini ? apakah aku tak salah mendengar ? jantung
ini berdebar begitu dahsyatnya, tubuh ini gemetar, dan air mata ini pun tanpa
sadar telah membasahi pipi ini. Mendengar pernyataan putra, membuatku merasakan
jatuh yang teramat sangat. Dihadapanku, orang yang kusuka, orang yang ku cinta,
mengungkapkan perasaanya untuk orang lain. Langkah kaki ini pun membawa ku untuk
berlari, kertas pink yang awalnya terlipat rapi, kini tanpa sadar kuremas
hingga tak berbentuk.
“ Dee.... mau kemana ” suara fitri mengejar mengikutiku.
Aku berhenti di taman sekolah,
memandang di langit luas cahaya bintang yang berkilauan. Aku masih belum bisa
menerima kenyataan ini, kenyataan yang teramat pahit di dalam hidupku.
“ Dee kamu ngga apa-apa ?” suara
lirih fitri menghampiriku.
“ fit.....” kupeluk erat tubuh
fitri hingga aku tak mampu menjelaskan apapun padanya.
“ sudah Dee, kamu ngga perlu nangis
gitu. Kamu ngga pantes nangisin orang yang buat kamu sakit, sekarang kamu kan
udah tau yang sebenarnya. Percaya deh, Allah bakal ngasih orang yang lebih buat
kamu” ucap fitri berusaha menenangkan ku.
Disini , dibawah kilauan
bintang-bintang aku menyadari apa itu rasanya terjatuh dari harapan yang kita bangun
sendiri. Menangis tak akan mengembalikan keadaan, meronta pun tak akan mengubah
ucapan yang telah terucap. Kini, aku menerima kenyataan. Bahwa mencintai itu
butuh pengorbanan, nyali, dan keberanian. Namun disini, aku mencintai orang
yang salah. Bertepuk sebelah tangan, mungkin bisa dibilang seperti itu, atau dengan
istilah kasih tak sampai. Seperti satu kalimat yang pernah ku baca,
Mencintaimu
itu butuh pengorbanan, namun untuk memilikimu butuh keberuntungan.
-Pengagum senja-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar